9 Fakta Baru Gaza: Update Korban-Bos Hamas Dikepung Israel

 

Kepulan asap saat serangan militer Israel di Jalur Gaza, Kamis (7/12/2023). Menahem KAHANA / AFP) 

Foto: Kepulan asap saat serangan militer Israel di Jalur Gaza, Kamis (7/12/2023). Menahem KAHANA / AFP)Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia – Serangan Israel ke Jalur Gaza telah memasuki bulan ketiga. Berikut sembilan update terkini dihimpun CNBC Indonesia dari berbagai sumber pada Kamis (7/12/2023).

Jumlah Korban Tewas

Kementerian Kesehatan Palestina dan Perhimpunan Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) mencatat setidaknya ada 16.248 korban tewas, Kamis. Ini termasuk 7.112 anak-anak dan 4.885 wanita.

Korban luka-luka 43.616 orang, termasuk 8.663 anak-anak dan 6.327 perempuan. Setidaknya 7.600 warga juga dilaporkan hilang di Gaza. Di Tepi Barat, tercatat 262 orang tewas. Sebanyak 63 anak-anak dan lebih dari 3.365 dilaporkan luka-luka.

Sementara korban di Israel masih sama dan tidak bertambah. Bahkan pada 10 November, para pejabat merevisi jumlah korban tewas dari 1.405 menjadi sekitar 1.200 orang dengan 5.600 orang luka.

Pasukan Israel Kepung Rumah Pemimpin Tertinggi Hamas

Pasukan Israel telah mengepung rumah pemimpin tertinggi Hamas, Yahya Sinwar di Gaza. Hal ini disampaikan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.

“Hanya masalah waktu sebelum kita menangkapnya,” kata Netanyahu pada Rabu, seperti dikutip The Guardian.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan Sinwar, yang oleh para pejabat Israel digambarkan sebagai pemimpin serangan 7 Oktober, bersembunyi di bawah tanah. Seorang penasihat senior Netanyahu menggambarkan operasi tersebut sebagai “kemenangan simbolis”.

Pertempuran “Door to Door”

Pasukan Israel dan Hamas terlibat pertempuran dari rumah ke rumah di sepanjang Jalur Gaza. Hamas dilaporkan mengandalkan bom rakitan untuk menimbulkan korban jiwa dan memperlambat serangan yang dilakukan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Gaza utara dan selatan.

Titik fokus pertempuran selama dua hari terakhir adalah kamp pengungsi Jabalia dan distrik Shuja’iyya di utara Gaza, serta Khan Younis dan Bani Suheila di selatan.

Israel Kepung Kota Khan Younis

Pasukan Israel mengatakan pasukannya telah mengepung kota Khan Younis yang beroperasi “di jantung” kota Gaza selatan. IDF meminta penduduk Khan Younis untuk meninggalkan kota ke daerah yang lebih aman pada Rabu pagi, dan menyatakan bahwa akan ada jeda hingga pukul 14.00 dalam pemboman Rafah, tepat di selatan perbatasan Mesir.

Warga melaporkan bahwa IDF menjatuhkan selebaran yang mengutip ayat Al-Qur’an di daerah tersebut. PBB dan badan-badan bantuan mengatakan tidak ada lagi tempat di Gaza yang aman.

AS Diskusi dengan Israel Soal Jadwal Operasi Militer di Gaza

Amerika Serikat (AS) dilaporkan telah berdiskusi dengan Israel mengenai jadwal operasi militer di Gaza. Penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan megatakan mereka juga membicarakan strategi jangka panjang untuk mengatasi masalah operasi militer.

“Kami telah berbicara dengan mereka tentang jadwal. Saya tidak ingin membagikan hal itu karena Israel telah mengirimkan telegram secara tepat lokasi operasi daratnya dan saya tidak ingin menjadi orang yang mengirimkan telegram jadwalnya,” kata Sullivan, dikutip Reuters.

Menhan Inggris ke Israel

Menteri Pertahanan (Menhan) Inggris Grant Shapps akan memanfaatkan perjalanannya ke Israel dan wilayah pendudukan Palestina untuk mendorong agar bantuan kemanusiaan disalurkan lebih cepat, termasuk melalui laut langsung ke Gaza.

“Kami berupaya menemukan cara terbaik untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada mereka yang sangat membutuhkan dengan cara tercepat dan langsung. Itu termasuk pilihan melalui darat, laut dan udara,” kata Shapps pada Kamis.

Israel Setuju Izinkan Bahan Bakar Masuk Gaza

Kabinet keamanan Israel telah setuju untuk mengizinkan “tambahan minimal” bahan bakar untuk masuk ke Jalur Gaza “untuk mencegah keruntuhan kemanusiaan dan merebaknya penyakit” di selatan wilayah tersebut.

Hal ini disampaikan dalam sebuah pernyataan dari kantor perdana menteri Israel pada Rabu. “Jumlah minimum akan ditentukan oleh kabinet perang,” katanya.

Sekjen PBB Pencet “Tombol Darurat” di Gaza

Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menggunakan klausul yang jarang digunakan dalam piagam PBB, artikel 99. Ini untuk memperingatkan bahwa konflik tersebut “dapat memperburuk ancaman yang ada terhadap perdamaian dan keamanan internasional”.

Guterres, dalam suratnya kepada Dewan Keamanan, mengatakan “ketertiban umum akan segera terganggu karena kondisi yang menyedihkan” di Gaza. Wilayah tersebut terus-menerus dibombardir IDF.

Sebagai tanggapan, duta besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, mengatakan Guterres “mencapai titik terendah moral baru”. Sekali lagi, ia meminta Sekjen PBB untuk mengundurkan diri.

Pemimpin Oposisi Israel Kecam Sayap Kanan

Pemimpin oposisi Israel Yair Lapid mengkritik demonstrasi sayap kanan di Yerusalem yang dijadwalkan hari ini. Ia menyebutnya sebagai “provokasi kekerasan”.

“Pawai di Yerusalem malam ini adalah upaya terang-terangan Kahanis untuk membakar lebih banyak arena dan menyebabkan lebih banyak kehancuran dan kematian” kata Lapid di X.

“Sebagai perdana menteri saya menyetujui pawai di Yerusalem, tetapi bukan provokasi dengan kekerasan.”

Lapid merujuk pada http://kolechai.com kelompok Israel Kahane Chai yang masuk dalam daftar “organisasi teroris asing” AS hingga tahun 2022. Media Israel melaporkan bahwa pawai tersebut diorganisir oleh dua kelompok ultra-nasionalis yang menyerukan “kendali penuh Yahudi” terhadap kompleks Masjid al-Aqsa, yang dikenal oleh orang Yahudi sebagai Bukit Bait Suci, dan pencabutan otoritas Wakaf, yang ditunjuk oleh Yordania.

Raja Salman Buka Suara soal Serangan Houthi, Bilang Ini ke AS

Newly recruited fighters who joined a Houthi military force intended to be sent to fight in support of the Palestinians in the Gaza Strip, march during a parade in Sanaa, Yemen December 2, 2023. REUTERS/Khaled Abdullah 

Foto: REUTERS/KHALED ABDULLAH

Jakarta, CNBC Indonesia – Kondisi di wilayah Laut Merah dekat Arab Saudi memanas. Ini disebabkan serangan drone yang dilancarkan kelompok Houthi dari Yaman yang sebenarnya ditargetkan ke wilayah Israel, namun dihalau Amerika Serikat (AS) yang memiliki presensi pasukan di perairan itu.

Houthi adalah salah satu dari beberapa kelompok dalam “Poros Perlawanan” yang bersekutu dengan Iran dan telah menyerang sasaran-sasaran Israel dan AS sejak awal konflik pada 7 Oktober, ketika sekutu mereka dari Palestina, Hamas, memasuki perang dengan menyerang Israel.

Kelompok yang menguasai sebagian besar wilayah Yaman mengatakan serangan mereka adalah bentuk dukungan terhadap Palestina dan berjanji akan terus melakukan serangan tersebut sampai Israel menghentikan serangannya di Jalur Gaza.

PILIHAN REDAKSISah! PBB Deklarasi Gaza dalam Bahaya, Pasukan Keamanan Turun?Israel Tebar Ayat Al-Quran dengan Heli ke Warga Gaza, Kenapa?Menhan Jerman Tegaskan Negaranya Bukan Sekutu Ukraina

Peran mereka telah menambah risiko konflik regional, mengancam jalur laut yang dilalui sebagian besar minyak dunia, dan mengkhawatirkan negara-negara di Laut Merah ketika roket dan drone Houthi terbang menuju Israel.

Riyadh, eksportir minyak terbesar dunia, sangat waspada ketika rudal Houthi ditembakkan ke wilayahnya. Dua sumber mengatakan Arab Saudi telah meminta AS menahan diri dalam menanggapi serangan kelompok Houthi Yaman, seiring dalam upaya Negeri Raja Salman itu membendung dampak perang Hamas-Israel.

“Mereka menekan Amerika mengenai hal ini dan mengapa konflik Gaza harus dihentikan,” kata salah satu sumber kepada Reuters, Kamis (7/12/2023).

Ketika Arab Saudi mendesak gencatan senjata untuk menghentikan apa yang disebutnya sebagai “perang biadab” di Gaza, diplomasi negara itu mencerminkan kebijakan yang lebih luas yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas regional setelah bertahun-tahun berkonfrontasi dengan Iran dan sekutunya.

Berfokus pada perluasan dan diversifikasi ekonomi Saudi, Riyadh tahun ini menormalisasi hubungan dengan Teheran dan berusaha keluar dari perang yang telah dilancarkan dengan Houthi di Yaman selama hampir sembilan tahun.

Sumber tersebut mengatakan Arab Saudi berusaha untuk memajukan proses perdamaian Yaman bahkan ketika perang berkecamuk di Gaza, karena khawatir hal itu dapat gagal. Yaman telah menikmati lebih dari satu tahun relatif tenang di tengah pembicaraan damai langsung antara pejabat Saudi dan Houthi.

Serangan Houthi selama perang Hamas-Israel telah meningkatkan profil mereka di kubu yang berpihak pada Iran yang juga mencakup Hamas, Hizbullah Lebanon, dan milisi yang didukung Iran di Irak.

Houthi telah muncul sebagai kekuatan militer besar di Semenanjung Arab, dengan puluhan ribu pejuang dan persenjataan besar berupa rudal balistik dan drone bersenjata.

Sumber-sumber senior di kubu yang bersekutu dengan Iran mengatakan kepada Reuters bahwa serangan Houthi adalah bagian dari upaya untuk memberikan tekanan pada Washington agar Israel menghentikan serangan terhadap Gaza, sebuah tujuan yang sama antara Iran dengan Arab Saudi dan negara-negara lain di kawasan.

Salah satu sumber, http://jusnarte.com yang berbasis di Teheran, mengatakan perwakilan Houthi telah membahas serangan mereka dengan para pejabat Iran selama pertemuan di Teheran pada bulan November dan setuju untuk melakukan tindakan dengan cara yang “terkendali” yang akan membantu memaksa diakhirinya perang Gaza.

“Teheran tidak bermaksud melakukan perang habis-habisan di kawasan yang akan berisiko melibatkan Iran secara langsung,” tambah sumber lainnya.

Tusuk AS dari Belakang? Pangeran Arab MBS Bertemu Putin

Presiden Rusa, Vladimir Putin bertemu Mohammed bin Salman. (Sputnik/Aleksey Nikolskyi/Kremlin via REUTERS) 

Foto: Presiden Rusa Vladimir Putin bertemu Mohammed bin Salman. (Sputnik/Aleksey Nikolskyi/Kremlin via REUTERS)

Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Rusia Vladimir Putin dan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS) melakukan pertemuan, Rabu waktu setempat. Keduanya dilaporkan membahas sejumlah hal, termasuk kerja sama lebih lanjut mengenai harga minyak sebagai anggota OPEC+.

Putin dan MBS, penguasa de facto eksportir minyak mentah terbesar di dunia, mengadakan pembicaraan dengan tergesa-gesa beberapa jam setelah pemimpin Kremlin mengunjungi tetangga Arab Saudi di Teluk, Uni Emirat Arab (UEA). Ini menjadi pertemuan pertama Putin ke Timur Tengah pasca perang Rusia dan Ukraina pecah.

Baca: Biden Sebut Alasan Mengapa Ibu Kota RI Harus Keluar dari Jawa

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan pertemuan melanjutkan kerja sama kedua negara di OPEC+. Ini mencakup Organisasi negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia.

“Kami berbicara lagi tentang kerja sama dalam OPEC+,” kaya Peskov, seperti dikutip kantor berita Interfax, dikutip Reuters, Kamis (7/12/2023).

“Para pihak sepakat bahwa negara kita memikul tanggung jawab besar untuk berinteraksi guna menjaga pasar energi internasional pada tingkat yang tepat, dalam keadaan stabil dan dapat diprediksi,” tambahnya.

Baca: Raja Salman Buka Suara soal Serangan Houthi, Bilang Ini ke AS

Sementara Saudi Press Agency mengutip pernyataan MBS. Disebutkan pertemuan kedua negara negara “meredakan ketegangan di Timur Tengah”.

“Kami memiliki banyak kepentingan dan dokumen yang sama yang kami kerjakan bersama demi kepentingan Rusia, Kerajaan Arab Saudi, Timur Tengah, dan juga dunia,” katanya.

Baca: Houthi Yaman Menggila, Luncurkan Rudal Balistik ke Israel

Putin sendiri disebut berterima kasih kepada MBS. Kedatangannya disebut adalah undangan Arab Saudi dan berharap pertemuan selanjutnya dilakukan di Moskow.

Pembicaraan tatap muka pertamanya dengan MBS sejak Oktober 2019 terjadi beberapa hari setelah pertemuan OPEC+ ditunda karena perbedaan pendapat. Bulan lalu, OPEC+ menunda pertemuan beberapa hari karena ketidaksepakatan mengenai tingkat produksi.

Menteri Energi Saudi mengatakan OPEC+ http://kueceng.com juga menginginkan lebih banyak jaminan dari Moskow. Termasuk Bahia mereka akan menepati janjinya untuk mengurangi ekspor bahan bakar.

Hubungan antara Arab Saudi dan Rusia di OPEC+ terkadang tidak mudah. Kesepakatan mengenai pengurangan ekspor hampir gagal pada Maret 2020, namun kesepakatan tersebut berhasil dicapai dalam beberapa minggu dan OPEC+ setuju untuk mencatat penurunan hampir 10% dari permintaan global.

Perlu diketahui Arab Saudi adalah sekutu Amerika Serikat (AS) sementara Rusia, adalah “musuh” Paman Sam. Washington sendiri belum berkomentar atas pertemuan ini.